Sunday, October 9, 2016

AGAR SELALU BAHAGIA


Alkisah, seorang pemuda mendatangi ‘orang bijak’, lalu menyampaikan maksud dan tujuannya.

"Saya menempuh perjalanan jauh ini untuk menemukan cara membuat diri sendiri selalu merasa bahagia, sekaligus membuat orang lain selalu gembira."

Sambil tersenyum bijak, orang itu berkata, "Anak muda, orang seusiamu punya keinginan begitu, sungguh tidak biasa. Baiklah, aku akan memberimu empat kalimat. Perhatikan baik-baik ya..."

"Pertama, anggap dirimu sendiri seperti orang lain! Apakah kamu mengerti kalimat pertama ini? Coba pikir baik-baik dan beri aku pengertianmu tentang hal ini."

Si pemuda menjawab, "Jika bisa menganggap diri saya seperti orang lain, maka saat saya menderita, sakit dan sebagainya, dengan sendirinya perasaan sakit itu akan jauh berkurang.
Begitu juga sebaliknya, jika saya mengalami kegembiraan yang luar biasa, dengan menganggap diri sendiri seperti orang lain, maka kegembiraan tidak akan membuatku lupa diri. Betulkah begitu?"

Dengan wajah senang, orang bijak itu mengangguk-anggukkan kepala dan melanjutkan kata-katanya.

"Kalimat kedua, anggap orang lain seperti dirimu sendiri!"

Pemuda itu berkata, " Dengan menganggap orang lain seperti diri kita, maka saat orang lain sedang tidak beruntung, kita bisa berempati, bahkan mengulurkan tangan untuk membantu. Kita juga bisa menyadari akan kebutuhan dan keinginan orang lain. Berjiwa besar serta penuh toleransi.

Dengan raut wajah makin cerah, orang bijak itu kembali mengangguk-anggukkan kepala. Ia berkata,

"Lanjut ke kalimat ketiga, anggap orang lain seperti mereka sendiri!"

Si anak muda kembali mengutarakan pendapatnya, "Kalimat ketiga ini menunjukkan bahwa kita harus menghargai privasi orang lain, menjaga hak asasi manusia dengan sama dan sejajar. Sehingga, kita tidak perlu saling menyerang wilayah dan menyakiti orang lain. Tidak saling mengganggu. Setiap orang berhak menjadi dirinya sendiri. Bila terjadi ketidakcocokan atau perbedaan pendapat, masing-masing bisa saling menghargai."

Kata orang bijak itu, "Bagus, bagus sekali! Nah, kalimat keempat: anggap dirimu sebagai dirimu sendiri! Aku telah menyelesaikan semua jawaban atas pertanyaanmu. Kalimat yang terakhir memang sesuatu yang sepertinya tidak biasa. Karena itu, renungkan baik-baik."

Pemuda itu tampak kebingungan. Katanya, "Setelah memikirkan keempat kalimat tadi, saya merasa ada ketidakcocokan, bahkan ada yang kontradiktif. Bagaimana caranya saya bisa merangkum keempat kalimat tersebut menjadi satu? Dan, perlu waktu berapa lama untuk mengerti semua kalimat itu sehingga aku bisa selalu gembira dan sekaligus bisa membuat orang lain juga gembira?"

Spontan, orang bijak itu menjawab, "Mudah sekali. Coba renungkan dan gunakan waktumu seumur hidup untuk belajar dan mengalaminya sendiri."

Begitulah, si pemuda melanjutkan kehidupannya dan akhirnya meninggal. Sepeninggalnya, orang-orang sering menyebut namanya dan membicarakannya. Dia mendapat julukan sebagai: "Orang bijak yang selalu gembira dan senantiasa menularkan kegembiraannya kepada setiap orang yang dikenal."

Dear Readers...

Sebagai makhluk sosial, kita dituntut untuk belajar mencintai kehidupan dan berinteraksi dengan manusia lain di muka bumi ini. Selama kita mampu menempatkan diri, tahu dan mampu menghargai hak-hak orang lain, serta mengerti keberadaan jati diri sendiri di setiap jenjang proses kehidupan, maka kita akan menjadi manusia yang lentur.

Dengan begitu, di mana pun kita bergaul dengan manusia lain, akan selalu timbul kehangatan, kedamaian, dan kegembiraan. Sehingga, kebahagiaan hidup akan muncul secara alami...

No comments:

Post a Comment